UPACARA ADAT YOGYAKARTA

                 Yogyakarta selain terkenal dengan sebutan kota pelajar, juga akrab disebut sebagai Kota Budaya. Tak heran jika kota gudeg ini selalu menjadi destinasi favorit wisatawan lokal maupun manca Negara. Jogja juga menawarkan beragam tempat wisata mulai dari bangunan bersejarah, panorama alam hingga kekayaan kuliner. Kekayaan budaya di kota ini semakin jaya dengan adanya tradisi tahunan yang digelar Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang mengundang rasa keingin tahuan wisatawan.

                Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang biasa disebut Kraton Ngayogyakarta hingga kini terus mempertahankan ciri khas, adat istiadat dan budayanya seperti Upacara Sekaten, Grebeg Muludan atau Tumplak Wajik. Berikut Upacara Adat Yogyakarta yang dapat disaksikan keberadaannya hingga di zaman sekarang ini.

1.       Upacara Sekaten

Upacara sekaten merupakan rangkaian dari upacara Grebeg Maulud. Tradisi adat yang satu ini merupakan upacara Keraton Yogyakarta yang kental dengan nuansa religious (Islam). Sekaten merupakan penghormatan kepada hari lahirnya Nabi Muhammad SAW dan rutin diadakan setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal.

                Pada hari pertama, Upacara ini akan diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set Gamelan Jawa Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendapa Ponconiti menuju Masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit keraton. Kyai Nogowiloyo akan menempati sisi utara dari Masjid Agung sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan Masjid Agung.

                Kedua set gamelan akan dimainkan secara bersama sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hati berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang kedalam keraton.

2.       Grebeg Muludan

Kata “grebeg” berasal dari peristiwa Sultan saat keluar istana untuk memberikan gunungan kepada rakyatnya. Peristiwa ini diibaratkan seperti bunyi embusan angin yang sangat keras, sehingga mengeluarkan suara grebeg. Acara ini merupakan puncak peringatan sekaten yang diadakan pada tanggal 12 Rabiul Awal dengan dikawal oleh 10 macam Bregada (kompi) prajurit kraton, wirabraja, dhaheng, patangpuluh, jagakarya, prawiratama, nyutra, ketanggung, mantrirejo, surakarsa dan bugis.

Sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuran akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung. Setelah di doakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan Kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka.  Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah ladang agar sawah ladang mereka menjadi subur dan bebas dari seagala macam bencana dan mala petaka.

3.       Tumplak Wajik

Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan, suatu upacara yaitu upacara Tumplak Wajik diadakan di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00 WIB. Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan memakai kentongan, lumping dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat Upacara Grebeg Mauludan. Lagu-lagu yang dimainkan dalam acara ini adalah lagu jawa popular seperti Lompong Keli, Tudhung Setan, Owal Awil atau lagu-lagu rakyat lainnya.

4.       Upacara Labuhan

Upacara Labuhan merupakan Upacara Adat Yogyakart yang telah dilakukan sejak zaman Kerajaan Mataran Islam pada abad ke XIII hingga sekarang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat percaya dengan melakukan upacara labuhan secara tradisional akan terbina keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat serta Negara.

Upacara labuhan biasanya dilaksanakan pada empat tempat yang berjauan letaknya. Keempat tempat tersebut adalah Dlepih yang berada di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tempat yang kedua adalah Parangtritis di sebelah selatan Yogyakarta, yang ketiga adalah Puncak Gunung Lawu dan yang keempat adalah di Puncak Gunung Merapi. Upacara labuhan ini bersifat religious yang hanya dilaksanakan atas titah raja sebagai kepala Kerajaan. Menurut tradisi Keraton Kesultanan Yogyakarta, Upacara Labuhan dilakukan secara resmi dalam rangka peristiwa-peristiwa seperti Penobatan Sultan, Tinggalan Panjenengan dan peringatan hari ulang tahun penobatan Sultan.

5.       Upacara Siraman Pusaka

Upacara Siraman Pusaka adalah Upacara Adat Keraton Yogyakarta membersihkan segala bentuk pusaka yang menjadi milik keraton. Tradisi ini diadakan pada setiap bulan Suro, tepatnya di Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Upacara dilakukan selama dua hari dan dilakukan secara tertutup.

Bentuk pusaka yang dibersihkan diantaranya Tombak, Keris, Pedang, Kereta, Ampilan dan lain sebagainya. Pusaka yang dianggap paling penting oleh Tombak K.K Ageng Plered, Keris K.K Ageng Selengkelat, Kereta Kuda Nyai Jimat, Khusus Sri Sultan membersihkan K.K Ageng Plered dan Kyai Ageng Sengkelat. Setelah itu, baru pusaka yang lainnya dibersihan oleh para pengeran, Wayah Dalem dan Bupati.

6.       Upacara Saparan

Upacara Saparan yaitu penyembelihan sepasang boneka temanten Jawa muda yang terbuat dari tepung ketan yang dilaksanakan setahun sekali dalam bulan Sapar kelender Jawa. Tradisi ini berkaitan dengan tokoh Ki Wirasuta, satu dari tiga bersudara dengan Ki Wirajamba dan Ki Wiradana yang merupakan Abdi Dalem Hamengku Buwana I yang sangat dikasihi.

Upacara Saparan semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengku Buwana I tetapi kemudian berubah dan dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan bagi penduduk yang mengambil Batu Gamping agar terhindar dari bencana. Sebab pengambilan Batu Gamping cukup sulit dan berbahaya.

7.       Upacara Nguras Enceh


Upacara Nguras Enceh adalah tradisi ritual tahunan yang diaksanakan setiap hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada bulan Sura penanggalan Jawa. Ritual ini berupa membersihkan Gentong yang berada di makam raja-raja Jawa di Imogiri, Bnatul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Upacara ini dimaknai sebagai upaya membersihkan diri dari hati berbagai hal kotor.

Ritual 1 Sura diperingati oleh masyarakat Jawa seperti Tradisi Sedekah Laut di pesisir Pantai Selatan Jawa dengan melabuh “uba rambe” ditengah laut. Untuk masyarakat Jawa pedalaman, ritual tradisi 1 Sura berupa sedekah Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali dan Ritual Mendaki Puncak Sangalikur di Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.

8.       Upacara Rabo Pungkasan Wonokromo Pleret

Upacara ini adalah salah satu upacara adat yang berada di Yogyakarta atau lebih tepatnya berada di Desa Wonokromo, Pleret, Kabupaten Bantul. Upacara adat ini biasanya diselenggarakan pada hari rabu terakhir pada bulan syafar yang dimaksudkan sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Upacara Rabo Pungkasan banyak acara kegiatan yang dilakukan bersifat hiburan seperti perayaan pasar malam sekaten. Puncak acaranya sendiri berupa Kirab Lemper Raksasa dari Masjid Wonokromo menuju Balai Desa Wonokromo. Kirab ini diawali pasukan keraton Ngayogyakarta, kemudian lemper raksasa, dan kelompok kesenian rakyat seperti Shalawatan, kubrosiswo, rodat dan sebagainya. Pada akhir acara, lemper tersebut dibagikan kepada masyarakat karena dianggap akan memberikan berkah tersendiri pada mereka yang bisa membawa pulang lemper tersebut.

9.       Upacara Adat Pembukaan Cupu Panjala


Upacara ini digelar setiap pasaran kliwon di penghujung musim kemarau pada bulan Ruwah kalender Jawa bertempat di Mendak Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul. Ritual ini sebenarnya prosesi pembukaan atau pergantian pembungkus cupu yang dilakukan setiap tahun sekali.

Ritual ini dilakukan oleh Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta dengan memakai pakaian adat Jawa dan sebelumnya telah berpuasa terlebih dahulu. Hal ini tidak terlepas dari keyakinan masyarakat yang mempercayai bahwa setiap gambar yang terlihat dalam lapisan kain mori pembungkus cupu tersebut merupakan ramalan peristiwa setahun kedepan.

Yang menarik dari Upacara Adat Pembukaan Cupu Panjala ini adalah tak jarang dari pembukaan Cupu Panjala sering ditemukan beberapa benda seperti jarum, gabah kering, kulit kacang hingga motif gambar menyerupai wayang atau sosok tertentu. Padahal selama setahun Cupu tersebut selalu disimpan dilemari dengan sangat rapat dan tidak boleh dibuka sama sekali.

10.     Jamasan Kereta Pusaka

Upacara Jamasan Kereta Pusaka Keraton Ngayogyakarta dilakukan setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Suro bertempat di Museum Keraton Ngayogyakarta. Jamasan merupakan ritual untuk merawat dan membersihkan benda-benda pusaka yang dilakukan sejak berabad-abad silam oleh masyarakat Jawa dalam mengisi bulan Suro. Yang menarik dari prosesi upacara jamasan ini ribuan warga dari berbagai daerah selalu berebut air dari sisa cucian kereta karena percaya air tersebut memiliki berkah tersendiri.

 

 

 

Sumber :

1.       https://mahessa83.blogspot.com/2016/07/10-upacara-adat-yogyakarta-yang-masih-ada-hingga-sekarang.html?m=1

2.       https://museumnusantara.com/upacara-sekaten/

3.       https://pesonaindonesia.kompas.com/read/2019/10/20/131800427/mengenal-tradisi-grebeg-peringatan-hari-besar-islam-di-yogyakarta

4.       https://jogja.antaranews.com/nasional/berita/718371/prosesi-tumplak-wajik?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews

5.       https://blog.thepalacejogja.com/tradisi-upacara-labuhan-yogyakarta-masih-tetap-eksis-sampai-sekarang/

6.       http://daniafebry.it.student.pens.ac.id/uas/index.php?page=budaya3&sb=budaya

7.       https://jogya.com/saparan-bekakak-bakal-dimeriahkan-pasukan-genderuwo-dan-wewe-gombel/

8.       https://gudeg.net/read/14133/tradisi-nguras-enceh-imogiri-dibanjiri-ribuan-warga.html

9.       https://pariwisata.bantulkab.go.id/berita/774-rebo-pungkasan

10    http://carabinde.blogspot.com/2014/09/misteri-cupu-panjolo-2014-ada-gambar.html

11    https://www.kratonjogja.id/hajad-dalem/11/jamasan-pusaka

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAKAIAN ADAT YOGYAKARTA