SEJARAH KERATON YOGYAKARTA
Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang di istimewakan di Indonesia. Karena di kota yang berjuluk Kota Pelajar ini, terdapat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu tempat Kesultanan Yogyakarta berada. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pasanggrahan yang bernama Garjitawati. Pasanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram ( Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain ada yang menyebutkan lokasi keraton merupakan sumber sebuah mata air, Umbul Pachetokan, yang ada ditengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Ngayogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pasanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Keraton Yogyakarta juga memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Disisi lain, Keraton Yogyakarta merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karena itu, tidak heran jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Untuk itu pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai “arsitek “ dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar lengkap kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain ditambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (Bertahta tahun 1921-1939).
Memasuki komplek keraton, kita akan disambut bangunan Gladhag Pangurakan, yaitu gerbang utama semacam benteng pertahanan untuk bisa masuk ke dalam keraton. Setelah melewati bangunan tersebut, kita akan memasuki bangunan utama bernama Bangsal Pagelaran atau bernama lain Tragtat Rambat. Dahulu, tempat itu merupakan tempat bertemunya abdi keraton ketika ingin menghadap Sultan. Namun sekarang, tempat ini berfungsi untuk kegiatan atau event-event pariwisata yang berkaitan dengan kesultanan Yogyakarta.
Masih dibangunan yang sama, tepat di singgasana Sultan, lurus menghadap ke depan akan terlihat Tugu Yogya. Bukan tanpa sengaja, namun terdapat arti filosofi dibalik hal tersebut, yaitu bahwa perhatian Sultan yang selalu tertuju kepada rakyat Yogyakarta. Memasuki ruangan Siti Hinggil Ler pengunjung akan menjumpai foto-foto Sultan mulai dari kesultanan pertama hingga terakhir. Tempat ini merupakan tempat yang dahulu biasa dipergunakan sebagai tempat kesultanan mengadakan upacara. Sementara itu, diruangan lain tersimpan berbagai benda peninggalan kesultanan keraton. Mulai dari koleksi seragam abdi dalem hingga deorama upacara-upacara yang sering dilakukan oleh Kesultanan Yogyakarta. Berkunjung ke Yogyakarta namun tidak menyambangi Keraton Yogyakarta sama saja seperti belum mengunjungi ke Kota Gudeg. Karena Yogyakarta adalah salah satu kekayaan nusantara yang patut dijaga dan dilestarikan.
Sumber :
1.
https://www.kratonjogja.id/peristiwa/30/menjadi-indonesia
2.
https://www.google.com/amp/s/paketwisata.id/keraton-yogyakarta/amp/
Komentar
Posting Komentar